-->

Iklan

Ritual Demokrasi Tanpa Roh Pancasila

Monday, June 02, 2025, June 02, 2025 WIB Last Updated 2025-06-02T05:34:53Z

Oleh: Dr. Ir. Hamka Hendra Noer, M.Si.,Ph.D.
(Dewan Penasehat WHN)


Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Momentum ini seharusnya tidak sekadar menjadi seremoni tahunan, tetapi dimaknai sebagai ajakan untuk merefleksikan dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila, sebagai ideologi dasar negara, lahir dari pergulatan pemikiran para pendiri bangsa dalam menyatukan keberagaman Indonesia dalam satu kesatuan yang utuh.

Sejak awal kemerdekaan, Pancasila dan demokrasi diletakkan sebagai fondasi utama sistem ketatanegaraan Indonesia. Pancasila menjadi dasar ideologis yang merekatkan keberagaman, sedangkan demokrasi dipilih sebagai sistem politik untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Idealnya, keduanya saling melengkapi: Pancasila memberi arah moral bagi demokrasi, dan demokrasi menjadi alat untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila.

Namun dalam praktiknya, hubungan keduanya kerap timpang. Demokrasi Indonesia masih didominasi oleh aspek prosedural: pemilu rutin, kebebasan berpendapat, dan kebebasan pers memang dijalankan, tetapi nilai-nilai Pancasila seperti keadilan sosial, musyawarah mufakat, serta solidaritas kemanusiaan seringkali terpinggirkan. Demokrasi menjadi panggung pragmatisme kekuasaan, dibajak oleh politik identitas, politik uang, dan kepentingan elite semata.

Ironisnya, perkembangan teknologi informasi dan media sosial bukannya menjadi alat penguat demokrasi, melainkan justru memperparah disinformasi, polarisasi, dan ujaran kebencian. Etika publik yang seharusnya menjadi wajah nyata dari Pancasila, kini semakin tergerus. Demokrasi pun kehilangan rohnya: tidak lagi menjadi sarana pembentukan keadaban politik, tetapi ajang perebutan kekuasaan tanpa substansi nilai.

Pertanyaannya: apakah demokrasi Indonesia masih berakar pada Pancasila? Ataukah sudah berubah menjadi demokrasi elektoral yang hampa makna?

Pancasila: Fondasi Etis Demokrasi

Pancasila bukan sekadar dokumen konstitusional. Ia adalah sistem nilai yang dirumuskan dari kearifan lokal dan pengalaman historis bangsa Indonesia. Kelima silanya merupakan satu kesatuan utuh yang membentuk kerangka etika kehidupan bernegara. Demokrasi dalam bingkai Pancasila berarti demokrasi yang etis, deliberatif, dan menjunjung tinggi keadilan sosial.

Namun, realitas politik saat ini menunjukkan bahwa demokrasi cenderung kehilangan akar etikanya. Politik uang, kampanye berbasis isu SARA, dan konflik antar elite menggambarkan betapa nilai-nilai Pancasila belum benar-benar menjadi panduan dalam kehidupan demokratis.

Demokrasi Prosedural vs Substansial

Era pasca-Reformasi telah melahirkan sistem politik yang lebih terbuka dan demokratis secara prosedural. Namun, demokrasi substansial—yang berorientasi pada keadilan, kesetaraan, dan partisipasi bermakna—masih jauh dari harapan. Pemilu lebih sering menjadi ajang transaksional, bukan kontestasi gagasan. Politik identitas merusak persatuan, dan uang menjadi penentu utama dalam pencapaian kekuasaan.

Untuk keluar dari krisis ini, bangsa Indonesia perlu melakukan transisi dari demokrasi prosedural menuju demokrasi substansial yang benar-benar mencerminkan semangat Pancasila. Hal ini hanya bisa terwujud melalui pendidikan politik yang berbasis nilai, kepemimpinan yang bermoral, media yang mencerdaskan, serta partisipasi aktif masyarakat sipil.

Penutup

Pancasila dan demokrasi adalah dua pilar utama yang harus berjalan beriringan. Demokrasi tanpa nilai Pancasila hanyalah ritual politik kosong yang mudah diselewengkan. Sebaliknya, Pancasila tanpa implementasi hanya menjadi narasi simbolik belaka.

Maka dari itu, seluruh elemen bangsa—pemerintah, partai politik, media, lembaga pendidikan, dan masyarakat—harus bersatu untuk menghidupkan kembali demokrasi yang berakar pada Pancasila. Inilah tugas kita bersama untuk memastikan masa depan demokrasi Indonesia tetap berpijak pada etika, inklusivitas, dan keadilan sosial.(Red)

Komentar

Tampilkan

  • Ritual Demokrasi Tanpa Roh Pancasila
  • 0

Terkini