Jakarta — Kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) dan beasiswa mahasiswa untuk aktivitas perjudian online kembali menimbulkan keprihatinan publik. Pemerintah mengonfirmasi bahwa sejumlah penerima bansos dan mahasiswa penerima beasiswa menggunakan sebagian dana bantuan tersebut sebagai deposit judi daring (online gambling). 05/11/2025
Temuan ini diungkap oleh Menko Hukum, HAM, dan Imigrasi, Yusril Ihza Mahendra. Ia menyebut bahwa melalui kerja sama dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), dideteksi ratusan ribu penerima bansos yang terlibat dalam judi daring.
Jumlah penerima bantuan sosial yang diduga digunakan untuk modal judi online mencapai sekitar 600 ribu orang.
Selain itu, sebagian dana beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa juga disebut digunakan untuk perjudian daring.
Yusril memperingatkan bahwa dampak sosial dari praktik tersebut sangat luas, mulai dari kerugian keuangan, potensi kriminalitas, hingga risiko psikologis terhadap masyarakat penerima bantuan.
Menko Yusril menyatakan bahwa Pemerintah akan memperkuat mekanisme pengawasan terhadap praktik tersebut, termasuk memperkuat Komite TPPU (Tim atau Komite Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang) sebagai instrumen yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 88 Tahun 2025.
Selain itu, temuan sebelumnya dari Kompas menunjukkan bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyebut ada 571.410 NIK penerima bansos yang terindikasi bermain judi online dengan total deposit mendekati Rp 957 miliar dalam periode tertentu.
Respons dari pihak sosial juga muncul. Menteri Sosial telah menyatakan bahwa temuan ini mengkhawatirkan dan meminta evaluasi lebih lanjut terhadap data penerima bansos.
Di beberapa daerah, seperti Jawa Barat, juga terindikasi ada ribuan penerima bantuan sosial yang terhubung ke perjudian online sehingga perlu dicoret dari daftar penerima.
Para pengamat dan akademisi mengingatkan bahwa persoalan ini tidak hanya soal moral atau pelanggaran administratif — tetapi juga menyangkut keandalan data, literasi digital masyarakat, dan perlindungan terhadap yang paling rentan.
Meski demikian, menerapkan sanksi seperti pencoretan penerima bansos menimbulkan dilema: di satu sisi perlu menjaga integritas bantuan sosial, di sisi lain harus memastikan tidak terjadi kesalahan hitung atau korban yang salah disalahkan karena manipulasi data pribadi (NIK) oleh pihak ketiga.