Religi, Dalam pandangan banyak orang, kekayaan sering kali diidentikkan dengan melimpahnya harta benda dan kemewahan. Namun, makna kekayaan yang sesungguhnya jauh melampaui hal-hal materi. Kekayaan yang abadi tidak hanya diukur dari seberapa banyak harta yang kita miliki, melainkan dari kekayaan hati, yaitu rasa syukur dan kebahagiaan yang tumbuh dari rasa cukup dan penerimaan.
Dalam kehidupan modern, tidak jarang kita melihat orang-orang yang memiliki harta melimpah, namun tetap merasa kurang. Mereka selalu terobsesi untuk menambah kekayaan, tanpa peduli dari mana asalnya. Di sisi lain, ada individu yang mungkin secara materi tak begitu kaya, namun selalu merasa cukup dan bahagia dengan apa yang dimilikinya. Inilah yang dalam Islam disebut sebagai kekayaan sejati, atau ghoni, yakni kekayaan hati.
Rasulullah SAW dalam sebuah hadis bersabda, "Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas)" (HR. Ibnu Hibban).
Hadis ini menegaskan bahwa ukuran kekayaan tidak terletak pada materi, melainkan pada sikap batin seseorang dalam menghadapi hidup.
Orang yang miskin hati, terlepas dari seberapa banyak harta yang dimiliki, cenderung tidak pernah merasa puas. Mereka terus-menerus mencari cara untuk menambah kekayaan, bahkan hingga mengabaikan aspek moral dan etika. Perasaan kurang tersebut kerap kali membuat mereka terjerumus dalam sikap tamak dan ketidakpuasan yang terus-menerus. Pada akhirnya, meskipun memiliki kekayaan yang besar, mereka tetap merasa miskin dan tidak bahagia.
Berbeda dengan orang yang kaya hati. Mereka selalu menerima dengan lapang dada segala ketentuan yang Allah berikan. Tidak terobsesi dengan harta, mereka hidup dengan rasa syukur yang mendalam. Kekayaan hati ini membawa kedamaian batin yang jauh lebih bernilai daripada sekadar tumpukan materi. Seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Sa’diy rahimahullah,
"Sesungguhnya kaya yang sebenarnya adalah kaya hati. Berapa banyak orang yang diberikan harta melimpah namun hatinya fakir, penuh kesedihan."
Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat diperoleh hanya dari kekayaan dan kemewahan duniawi. Kekayaan sejati terletak pada kemampuan kita untuk bersyukur, menerima, dan merasa cukup atas apa yang telah diberikan oleh Allah. Dalam Islam, konsep ini dikenal sebagai qona’ah—sebuah sikap batin yang memungkinkan seseorang merasakan ketenangan dan kebahagiaan, terlepas dari berapa banyak harta yang dimiliki.
Memperkaya hati dengan rasa syukur dan penerimaan adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan sejati. Sebaliknya, menjadikan harta sebagai tolok ukur kebahagiaan hanya akan menuntun kita pada jurang ketidakpuasan yang tak berujung. Oleh karena itu, fokuskanlah hidup kita untuk memperkaya hati dan mencapai kebahagiaan batin, bukan hanya mengejar kekayaan material yang bersifat sementara.( Suconet)


