Duri – Program BPJS Kesehatan digadang-gadang sebagai wujud kehadiran negara dalam menjamin hak dasar masyarakat atas layanan kesehatan. Namun di lapangan, fakta berbicara lain. Meski dibiayai dengan skema yang sama, pasien BPJS kerap merasakan perlakuan yang jauh berbeda antara rumah sakit pemerintah (RSUD) dan rumah sakit non-pemerintah.
Investigasi ini menegaskan satu hal penting:
Tidak ada perbedaan dana BPJS yang dibayarkan ke RSUD dan RS swasta, termasuk untuk pasien BPJS PBI (gratis).
Namun ironisnya, perbedaan pelayanan justru sangat mencolok.
RSUD: Rumah Sakit Negara yang Kehilangan Rasa
Kesaksian keluarga pasien berinisial Sc menjadi potret nyata yang tidak bisa diabaikan. Saat anaknya dirawat di RSUD, Sc mengaku mengalami serangkaian pelayanan yang dinilai jauh dari kata manusiawi.
Kelalaian perawatan, sikap perawat yang dingin bahkan ketus, dokter yang kerap terlambat, hingga fasilitas yang minim, menjadi pengalaman pahit yang membekas.
> “Yang paling menyakitkan bukan hanya fasilitas, tapi sikap. Anak sedang sakit, tapi diperlakukan seperti beban,” ujar Sc.
Pertanyaannya sederhana namun menusuk:
Jika dana negara sudah mengalir, ke mana perginya empati?
Bukan Soal Uang, Tapi Mentalitas
Fakta sistem BPJS membantah dalih klasik “anggaran kurang”. Sistem INA-CBGs memastikan rumah sakit menerima pembayaran berdasarkan diagnosis, bukan status pasien.
Artinya:
Pasien BPJS gratis tidak dibayar lebih murah
RSUD tidak dirugikan secara finansial
Tidak ada alasan pembenaran atas pelayanan buruk
Jika pelayanan tetap buruk, maka masalahnya bukan pada sistem, melainkan pada mentalitas pelayanan dan tata kelola.
Birokrasi Dijadikan Tameng
RSUD kerap berlindung di balik alasan birokrasi dan beban pasien yang tinggi. Namun alasan ini justru memperlihatkan kegagalan negara dalam mengelola fasilitas kesehatannya sendiri.
Birokrasi yang lamban:
Membunuh kecepatan layanan
Menggerus kualitas fasilitas
Melemahkan pengawasan tenaga medis
Akibatnya, pasien menjadi korban sistem yang seharusnya melindungi mereka.
Makanan Pasien: Simbol Ketimpangan
Hal yang tampak sepele namun sarat makna adalah pelayanan makanan pasien. Di RSUD, makanan pasien kerap disajikan dengan standar minim, bahkan hanya dibungkus plastik.
Ini memunculkan pertanyaan publik yang wajar:
Apakah pasien BPJS hanya layak mendapat layanan sekadarnya?
Padahal, secara anggaran, tidak ada perbedaan hak pasien BPJS di RSUD dan RS swasta.
RS Swasta Membuktikan Negara Bisa
Pengalaman Sc di rumah sakit non-pemerintah menjadi cermin yang memalukan bagi RSUD. Dengan dana BPJS yang sama, rumah sakit swasta mampu:
Memberikan pelayanan ramah
Menjaga komunikasi yang manusiawi
Menghadirkan empati sebagai bagian dari terapi
Ini membuktikan bahwa pelayanan bermartabat bukan soal mahal atau murah, melainkan soal komitmen.
Kritik Terbuka untuk Pemerintah Daerah
RSUD adalah wajah negara di mata rakyat. Jika wajah itu kusam, dingin, dan menyakitkan, maka kepercayaan publik akan runtuh.
Pemerintah daerah tidak bisa terus diam dan membiarkan:
Keluhan pasien menguap tanpa sanksi
Tenaga medis tanpa evaluasi sikap
RSUD berjalan tanpa kontrol kualitas layanan
Jika rumah sakit milik negara kalah empati dari rumah sakit swasta, maka ada yang sangat salah dalam sistem pelayanan publik kita.
Catatan Akhir
BPJS bukan sekadar kartu berobat. Ia adalah janji negara.
Dan setiap pelayanan buruk di RSUD adalah pengkhianatan kecil terhadap janji itu.
Masyarakat tidak menuntut kemewahan. Mereka hanya menuntut diperlakukan sebagai manusia. (Red)

