Batam – Lembaga Aspirasi Masyarakat Indonesia (LAMi) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kepulauan Riau menyoroti kinerja PT PLN Batam terkait tunggakan tagihan listrik senilai Rp16.884.908.334 yang hingga kini belum dibayarkan oleh PT Karya STEL Abadi, sebuah perusahaan yang beralamat di Jalan Raya Sei Binti Pelabuhan Sagulung, Kelurahan Sei Binti, Kecamatan Sagulung, Kota Batam. (16/12/2025)
Polemi k terkait tunggakan tersebut menjadi perhatian serius masyarakat dan organisasi kemasyarakatan. Ketua DPD LAMi Kepri, Agus Ramlah, menyampaikan bahwa persoalan ini patut ditelusuri secara mendalam karena berpotensi merugikan keuangan perusahaan negara.
“Tagihan sebesar Rp16,8 miliar ini bukan angka kecil. Jika dikategorikan sebagai utang, maka harus ditelusuri dasar kebijakan dari oknum PLN Batam yang memberikan kelonggaran tersebut. Kita tahu, secara umum PLN mewajibkan calon pelanggan menyelesaikan pembayaran terlebih dahulu sebelum dilakukan penyambungan listrik,” ujar Agus Ramlah kepada awak media, Senin (15/12/2025).
Agus juga mempertanyakan status tagihan tersebut, mengingat pelanggan atas nama PT Karya STEL Abadi disebut telah diputus aliran listriknya sejak Mei 2023 dan tidak lagi berlangganan.
“Jika sambungan sudah diputus, seharusnya tagihan juga berakhir. Maka ini perlu ditelusuri secara serius. Jangan sampai ada kebijakan yang tidak berdasar dan berpotensi merugikan perusahaan negara,” tegasnya.
Selain itu, LAMi DPD Kepri menilai terdapat kejanggalan dalam penolakan pengajuan sambungan listrik untuk dua perusahaan dengan kapasitas 3 kWh yang dikaitkan dengan tunggakan PT Karya STEL Abadi.
“Penolakan tersebut tidak pantas jika dibebankan kepada pihak lain yang tidak mengetahui persoalan sebelumnya. Ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak perlindungan konsumen, bahkan menghambat investasi,” lanjut Agus.
Menurutnya, tanggung jawab atas tunggakan Rp16,8 miliar sepenuhnya berada pada PT Karya STEL Abadi. PLN Batam seharusnya menempuh langkah hukum sesuai aturan, seperti gugatan wanprestasi melalui pengadilan.
LAMi DPD Kepri juga mengungkap adanya informasi terkait rencana pengurangan nilai tagihan dari Rp16,8 miliar menjadi sekitar Rp5 miliar. Hal ini dinilai perlu dikaji secara transparan.
“Jika benar ada pengurangan tagihan, harus dijelaskan dasar hukumnya. Apakah ini kebijakan institusi atau hanya keputusan oknum tertentu. Jika tidak sesuai aturan, maka berpotensi menimbulkan kerugian negara,” ujarnya.
Atas dasar itu, LAMi DPD Kepri mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk turut menelusuri dugaan adanya indikasi korupsi, suap, atau nepotisme dalam persoalan tersebut.
“Kami juga menilai PLN Batam belum transparan dalam pengelolaan anggaran dan pelayanan. Proses pengajuan masih banyak dilakukan secara offline, yang berpotensi membuka celah penyimpangan. Seharusnya seluruh proses terintegrasi melalui aplikasi PLN Mobile,” tambahnya.
LAMi DPD Kepri menyatakan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini dan meminta PLN Batam bersikap terbuka kepada publik demi menjaga akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat.

