Jakarta, 15 Desember 2025 — Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencabut ketentuan dalam peraturan yang memperbolehkan penggunaan jasa debt collector atau pihak ketiga dalam proses penagihan utang oleh pelaku usaha jasa keuangan. Desakan ini muncul menyusul kembali terjadinya kasus penagihan utang yang berujung pada tindak pidana dan korban jiwa.
Abdullah menjelaskan, aturan yang tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 35 Tahun 2018 dan Nomor 22 Tahun 2023 dinilai tidak efektif dalam praktik di lapangan karena justru memicu pelanggaran dan tindakan kekerasan oleh pihak ketiga dalam penagihan utang. Ia mempertanyakan dasar hukum adanya aturan tersebut karena menurutnya, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia hanya memberikan hak penagihan langsung kepada kreditur, bukan pihak ketiga.
“Ini kedua kali saya minta OJK hapus aturan penagihan utang oleh pihak ketiga,” ujar Abdullah dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (15/12/2025). Ia menyebut bahwa praktik penagihan oleh pihak ketiga sering kali melampaui batas kewajaran, termasuk ancaman, kekerasan, serta tindakan yang merendahkan martabat konsumen.
Kasus terbaru yang memicu pernyataan tersebut adalah peristiwa di depan Taman Makam Pahlawan Kalibata pada Kamis (11/12/2025) lalu, di mana sebuah kejadian penagihan utang oleh pihak ketiga berujung pada tindak pidana hingga menyebabkan korban jiwa.
Abdullah juga menekankan pentingnya perlindungan konsumen dan menyerukan agar tata kelola penagihan utang diperbaiki dengan aturan yang lebih mengutamakan kepastian hukum dan meminimalisir risiko pelanggaran. Ia mengusulkan agar masalah utang diselesaikan melalui jalur hukum perdata oleh kreditur atau pelaku usaha jasa keuangan tanpa melibatkan pihak ketiga.
Selain itu, Abdullah menyerukan kepada OJK dan aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku jasa keuangan yang tetap menggunakan pihak ketiga secara tidak sesuai aturan, termasuk memberikan sanksi administratif hingga pidana apabila ditemukan pelanggaran.
Desakan ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap praktik penagihan utang yang dinilai meresahkan dan sering kali menimbulkan dampak negatif, terutama karena tindakan yang melampaui batas prosedur hukum.

