Breaking News

Ribuan Jamaah Hadiri Kajian Ketua PDM Ponorogo

Drs H Syafruddin MA berfoto bersama PCM Tulangan dan Kepala SMP Mulia Tu;angan usai pengajian (Zulkifli/PORTALBUANANEW.COM)

Sodoarjo, Ribuan jamaah Muhammadiyah Tulangan hadiri kajian ahad pagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Tulangan. Pengajian yang disampaikan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ponorogo Drs H Muhammad Syafruddin MA itu mengusung tema “Pendidikan Karakter Ala Muhammadiyah (Fenomena dan Seharusnya). Bertindak sebagai tuan rumah SMP Muhammadiyah Lima (SMP Mulia) Tulangan Minggu (8/9/2024). 

Antusias jamaah mengikuti pengajian tampak begitu luar biasa. Hall sekolah yang menjadi lokasi utama acara, seolah tidak mampu menampung volume jamaah yang berdatangan sedari awal. Sebagai alternatif, panitia menggelar tikar dijalan persis disamping sekolah yang dilengkapi dengan speaker  dan  TV layar lebar.  Dengan harapan para jamaah bisa mengikuti pengajian dengan kyusuk dan nyaman walaupun tidak bisa melihat Penceramah secara langsung.

Mengawali  materi kajian, Syafruddin membahas keutamaan menghadiri majelis ilmu. Dalam hadist Rasulullah SAW dijelaskan keutamaan majelis ilmu pertama, Majelis ilmu itu diibaratkan sebagai taman-taman  syurga. Kedua pada hadist lainnya juga diterangkan ,

  “Tidaklah ada satu kaum yang berkumpul di Masjid Allah, kemudian dibacakan ayat suci al-qur’an, lalu mempelajarinya, mendalami maknanya serta memahaminya, melainkan mereka akan mendapatkan ketenangan, mereka akan disirami dengan rahmat Allah, dan mereka akan dinaungi oleh sayap-sayap malaikat.





Jamaah kajian Ahad Pagi Tulangan padati hall SMP Mulia Tulangan (Zulkifli/PORTALBUANANEW.COM)

 “Jadi mengapa setiap pengajian banyak jamaah yang mengantuk?, karena merasa nyaman dinaungi oleh sayap malaikat, “Ujar Dosen IAIN Ponorogo itu sambil berkelakar disambut tawa para hadirin.   Ketiga, mereka akan disebut dan dipanggil oleh Allah SWT dihadapan para malaikat. Kemudian yang perlu dipastikan kajian majelis ilmu apakah itu betul-betul mampu bisa mengangkat derajatnya. Sebagaimana dijelaskan alqur’an surat al Mujadillah ayat 11 : 

 ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ﴾ [ المجادلة: 11] 

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Mujadilah: 11] 

Diterangkan Syafruddin, kata Majelis sendiri dari jamak majlis, berasal dari kata Jalasa. Dimana mengandung makna, dalam keadaan berbaring kemudian duduk. Konsekuensinya ayat al-qur’an majalisi berarti  orang yang hadir dimajelis ilmu  itu ibarat orang yang telentang/berbaring kemudian duduk (Jalasa), posisinya lebih tinggi dari telentang itu. 

Ketua PDM Ponorogo Drs H Syafruddin MA memberikan kajian ahad pagi PCM Tulangan (Zulkifli/PORTALBUANANEW.COM)

“Maknanya pastikan majelis ilmu yang dihadiri tersebut, bisa mengangkat pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, perbuatan yang salah menjadi benar, dari bengkok menjadi lurus, ini makna dari mejelis itu, “terang Sayfruddin yang mengaku baru satu tahun Purnatugas dari PNS itu. 

Selanjutnya, terkait dengan tema karakter, maka bisa dikaitkan mengapa di Pasyarikatan diistilahkan dengan Pimpinan, bukan Pengurus Muhammadiyah. “Karena dalam pimpinan yang ditekankan dan diutamakan keteladanan/contoh yang baik sehingga disebut dengan pimpinan. Kemudian pimpinan itu sifatnya menggerakkan, inilah sifat seorang pemimpin, “papar Ustadz yang fasih bahasa Arab.  Hal senada juga difirmankan Allah SWT. 

dalam surat al ahzab ayat 21 : 

 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ٢١ 

 “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]: 21) 

Dijelaskan, maksud  Uswah dalam ayat ini maknanya suri tauladan yang baik, dikhususkan buat Nabi dan Rasul atau orang yang sholeh, jadi Uswah merujuk kepada contoh yang baik. Kedua, Uswah itu bisa juga dibaca dengan Iswah (mu’tabar). Uswah itu domah, isim marfu dan rofa’ (meninggikan), yang berarti ibadah Uswah dari diri Rasulullah SAW itu pada aspek-aspek yang paling tinggi, besar, hebat dan agung ada contoh yang baik dari diri Rasulullah SAW. 

Delta Surya Ni Wahyu dan Tim tampak semangat melayani pengunjung di Stand Smamuga Tulangan (Zulkifli/PWMU.CO)

“Misalnya, bagaimana Rasulullah berkomunikasi dengan Allah melalui sholat-sholatnya, tahajud, puasa dan  haji. Kemudian bagaimana Nabi menjalin komunikasi dengan negara diluar Madinah, Nabi mengadakan perjanjian, ini masalah-masalah besar yang diberikan contoh oleh Nabi, “papar Dosen Luar Biasa UM Ponorogo itu 


Selanjutnya Kiswah, berasal dari kata Kasaro yang berarti membelah. Kasro sesuatu yang dibelah akan menjadi kecil. Kalau dibaca Kiswah, tidak hanya masalah besar, tinggi dan hebat yang diberikan contoh oleh Rasulullah SAW, tapi masalah yang kecil, sepele, sederhana Nabi memberikan contoh. Seperti bagaimana nabi masuk dan keluar toilet dengan membaca do’a, berdoa sebelum tidur dan setelah bangun kembali.  

Uswah menjadi salah satu kunci Pendidikan karakter. Ada yang menyamakan karakter itu dengan tabiat/watak. Tapi sebenarnya tidak sama, watak dan tabiat itu terkait dengan genetik. Genetik itu sebetulnya sama, tidak ada yang tidak baik. Maka munculah beberapa tipe kepribadian yang berbeda-beda setiap orang, tapi pada hakikatnya baik. Jika kita kembali kepada al-qur’an, tabiat itu berasalndari kata Tobiah, Tobi itu artinya alami, natural yang bukan artifisial. Dalam surat ar rum ayat 30 :  


 فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِۗ ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ ۝٣٠fa  

Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (ar rum ;30)

 “Fitrah manusia itu baik, dan bisa baik bagi yang mau, dan baik itu fitrah, ini yang disebut dengan hati Nurani. Disebut hati Nurani karena bercahaya, karena watak/tabiat dasar manusia itu baik, maka dia bisa tumbuh dengan baik sesuai dengan fitrahnya kalau mendapatkan lingkungan yang baik pula. 


Seperti ada benih tanaman yang baik, tetapi kemudian ditanam ditanah yang tandus, tentu tumbuhnya tidak maksimal. Berbeda dengan biji/bibit yang baik ditempat yang baik tentu akan tumbuh maksimal. Kenapa fitrah manusia itu baik? karena setiap perbuatan yang tidak baik, sebenarnya menyelisihi dan bertentangan dengan fitrah manusia akan bertentangan dengan hatinya (lawwammah).

 Sebenarnya, Allah SWT itu sudah memberikan alarm kepada tubuh manusia jika melakukan perbuatan buruk. Maka setiap orang melakukan perbuatan dosa, pasti menyesal. Fitrah menjadi tidak baik Ketika berada dilingkungan yang tidak baik. Fitrah itu juga bisa diterjemahkan benar, baik dan indah, “maka sebaliknya jika perbuatan manusia itu tidak benar, baik dan indah pasti akan bertentangan dengan fitrahnya, “ucap Ustadz yang mudah senyum itu. 

Pentingnya lingkungan yang sesuai dengan fitrah untuk menciptakan karakter yang baik. Sebagaimana sabda Nabi SAW dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menyatakan : 

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُشَرِّكَانِهِ 


 “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah; kedua orang tuanyalah yang menjadikannya penganut agama Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.'' Artinya orang tua itu yang akan menentukan, orang tua (menggambarkan lingkungan). “Jadi Allah SWT itu sudah memberi fitrahnya setiap bayi itu muslim. Kenapa tidak muslim karena faktor lingkungan, seperti keluarga, lingkungan masyarakat yang kondusif dan baik untuk mengembangkan fitrah anak. “Karena seseorang anak itu pada hakikatnya mudah meniru, “pangkas Ustadz fasih Bahasa Jawa kromo inggil itu.                                                                                                                                     
Penulis Zulkifli 
Editor : sc

0 Comments

© Copyright 2022 - PORTAL BUANA NEW