Iklan

Iklan

Advertise with Anonymous Ads
,

Iklan

WHN DPD Jakarta Utara: Integritas Kerja Wajib Dijaga, Pencurian Tidak Dapat Ditoleransi

, November 20, 2025 WIB Last Updated 2025-11-20T06:47:28Z
JAKARTA UTARA — Ketua Wawasan Hukum Nusantara (WHN) DPD Jakarta Utara, Joko, menegaskan bahwa tindakan pencurian yang dilakukan oleh karyawan apa pun alasannya tetap merupakan pelanggaran serius yang memiliki konsekuensi hukum tegas, baik di ranah ketenagakerjaan maupun pidana. Penegasan ini disampaikan Joko menanggapi meningkatnya laporan pelanggaran etik di lingkungan perusahaan, termasuk kasus penggelapan dan pencurian internal.

Menurut Joko, perusahaan memiliki kewajiban menjaga integritas operasionalnya, sementara pekerja terikat oleh norma hukum serta aturan disiplin yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja. “Pencurian oleh karyawan bukan hanya melanggar etika profesi, tetapi juga merupakan pelanggaran hukum yang jelas diatur dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Karena itu sanksinya tidak bisa dianggap ringan,” ujarnya.

Sanksi Administratif dan Hubungan Industrial
Joko menjelaskan bahwa dalam konteks ketenagakerjaan, tindakan pencurian masuk kategori pelanggaran berat. Undang-Undang Ketenagakerjaan memungkinkan perusahaan menjatuhkan sanksi hingga *Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan tidak hormat*, tanpa kewajiban memberikan pesangon.

Namun, ia menekankan bahwa setiap perusahaan tetap wajib menjalankan prosedur pembuktian internal sebelum menjatuhkan sanksi. “Perusahaan harus melakukan pemeriksaan, berita acara, dan menghadirkan bukti. Jangan sampai penerapan sanksi tidak memenuhi prinsip due process,” tambahnya.

Jenis sanksi yang lazim dijatuhkan perusahaan meliputi :

• Peringatan keras, dalam kasus nilai kerugian kecil dan kali pertama terjadi.
• Skorsing, sambil menunggu investigasi internal.
• PHK karena pelanggaran berat, jika bukti mencukupi dan pelanggaran terbukti.

*Tindak Pidana* :
*Ranah Hukum Publik yang Tidak Dapat Ditawar*.
Selain sanksi perusahaan, Joko mengingatkan bahwa pencurian tetap merupakan delik pidana yang dapat diproses meski pelaku adalah karyawan internal. Jika perusahaan memilih melaporkan ke polisi, maka pasal pidana berlaku penuh.

Ia merujuk *Pasal 362 KUHP* yang mengatur tindak pidana pencurian dengan ancaman hukuman penjara. Bahkan, apabila pencurian dilakukan dengan pemberatan seperti dilakukan secara bersama-sama, merusak fasilitas, atau menggunakan modus tertentu ,maka pasal pemberatan dapat dikenakan.

“Begitu memasuki ranah pidana, sifatnya bukan lagi sekadar pelanggaran disiplin perusahaan. Ini sudah menjadi perkara publik dan harus diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.

*Kewajiban Mengembalikan Kerugian*.

Joko juga menyampaikan bahwa pelaku memiliki kewajiban moral dan hukum untuk mengembalikan kerugian yang ditimbulkan. Penggantian barang atau uang yang dicuri tidak menghapus tindak pidana, namun menjadi faktor yang dapat dipertimbangkan sebagai bentuk itikad baik.

“Restitusi tidak meniadakan pidana, tetapi bisa menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Prinsipnya adalah mengembalikan hak pihak yang dirugikan,” jelasnya.

*Penegasan Etika Profesional*

Di akhir pernyataannya, Joko Ketua WHN DPD JAKUT mengajak perusahaan memperkuat pendidikan etika kerja dan sistem pengawasan internal. Ia menekankan bahwa mencegah lebih baik daripada menindak.

“Lingkungan kerja yang sehat dibangun oleh kepercayaan. Ketika kepercayaan itu dilanggar, maka perusahaan wajib menegakkan aturan, tetapi juga harus memastikan bahwa sistem internal mampu mencegah pelanggaran sejak awal,” tutupnya.

Terbaru Lainnya

TERKINI LAINNYA
BERITA RIAU